Sekretaris Daerah Kabupaten Manokwari, Drg. Hendri Sembiring, bersama sejumlah pejabat dan pimpinan Partai Politik, pimpinan dan warga Kampung Mansinam, beramai-ramai melapas Tukik di pantai Pulau Mansinam, Jumat (15-10-2021). Foto: KDPB Doc
Manokwari, papuabarat.kabardaerah.com, Rabu (20-10-2021) – Sejumlah lebih dari 100 ekor tukik atau anak penyu dilepaskan para Pegiat Lingkungan yang tergabung dalam Ketapang Dive Community di Manokwari. Anak-anak Penyu ini dilepaskan di pantai Pulau Mansinam, Manokwari, medio Oktober 2021. Komunitas Penyelam ini mengajak pemerintah Kabupaten Maokwari dan pemerintah Kampung Mansinam ikut serta.
Pagi hari, Jumat (15-10-2021), dua perahu motor tempel, bermuatan rombongan Ketapang Dive Community (KDC) dan Sekretaris Daerah Kabupaten Manokwari, bertolak dari pantai Kwawi, lokasi pusat kegiatan KDC, menuju Pulau Mansinam. Empat wadah berisi anak-anak Penyu diangkut juga di atas perahu. Alex Sitanala, Ketua Ketapang Dive Community, menyampaikan, “Pelepasan tukik di pantai Pulau Mansinam bertujuan untuk menjaga kelestarian Penyu di laut Teluk Doreri.” Di pantai Mansinam, anak-anak pulau bersejarah ini tampak antusias menyaksikan anak-anak Penyu di dalam wadah yang baru saja diturunkan dari perahu dan diletakan di pasir pantai. Sejumlah 117 ekor tukik Penyu Sisik yang masih terkurung dalam wadah, tak lama lagi akan berenang bebas di laut lepas. Penyu Sisik atau Eretmochelys imbricate, tergolong dalam familia Cheloniidae, adalah satu-satunya spesies dalam genusnya, dengan dua subspesies tersebar di Atlantik dan Pasifik. Penyu Sisik (Eretmochelys imbricate) adalah jenis Penyu terancam punah. Pada status konservasi Kritis (Menurun), aksi yang dilakukan KDC Manokwari sangat berguna bagi pelestarian jenis yang hampir punah ini. “Pelepasan tukik akan kami jadikan kegiatan rutin setiap tiga bulan,” tambah Alex.
Alex Sitanala, Ketua Ketapang Dive Community, bersama anak-anak Pulau Mansinam melepas Tukik di pantai berpasir putih, Jumat (15-10-2021). Foto: KDPB Doc
Aksi pelestarian oleh Ketapang Dive Community bermaksud juga sebagai media edukasi bagi warga. “Dengan melepas Penyu ini, kami mengajak semua warga Pulau Mansinam, terutama kaum muda, untuk menjaga dan tidak lagi menangkap, sehingga di kemudian hari, generasi berikut masih bisa melihat Penyu di laut kita,” ujar Alex berharap, saat sambutan, sesaat sebelum pelepasan tukik. Pantai yang rindang oleh pepohonan, dan angin laut yang sejuk, jelang tengah hari itu, menambah khidmat peserta pertemuan. Ini memang pertemuan singkat untuk mendengarkan pendapat para pihak yang peduli pelestarian lingkungan hidup. Puluhan anak-anak Pulau Mansinam duduk tertib mendengarkan sambutan demi sambutan para pejabat yang hadir, setelah pemaparan kegiatan oleh pimpinan para penyelam KDC Manokwari. “Saat ini, kami giat menyelam tapi sangat sulit menemukan Penyu, hanya pada jam tertentu dan pada kedalaman lebih jauh. Kami berharap, generasi yang akan datang, bisa melihat Penyu, hanya dengan duduk di pantai,” tambah Alex lagi, disambut riuh tepuk tangan peserta pertemuan.
Pelestarian Penyu akan berdampak ke sektor lain. “Multiply effect akan terjadi, misalnya pada sector pariwisata,” urai Alex, mulai menjelaskan dampak ekonomi bagi warga Pulau Mansinam dan sekitarnya, “Saat tamu daerah datang di Manokwari, sebagai Ibukota Provinsi Papua Barat, jika tidak sempat ke Raja Ampat, karena waktu perjalanan dinas yang terbatas, mereka bisa ke Pulau Mansinam dan dapat menyaksikan keanekaragaman hayati di pantai, pesisir dan pulau-pulau di perairan Teluk Doreri ini.”
Aksi pelestarian yang juga dilakukan Ketapang Dive Community adalah menanam Terumbu Karang di perairan dangkal dalam Teluk Doreri. “Dalam enam bulan terakhir, kami telah melakukan transplantasi hampir 700 bibit Terumbu Karang aneka jenis,” jelas Alex. Terumbu Karang menjadi habitat atau tempat hidup aneka jenis ikan, udang, kerang dan juga Penyu. Sehingga anak Penyu yang kami lepas ini akan dapat langsung berlindung dan hidup dalam habitat Terumbu Karang yang sudah ditanam sebelumnya, terang Alex lagi.
Kolase Foto aktifitas transplantasi Terumbu Karang oleh Ketapang Dive Communit di pantai Keri-keri, Pulau Mansinam, Jumat (15-10-2021). Foto: KDPB Doc
Sementara itu, Kepala Kampung Mansinam, Weli Rumsayor, menyatakan sukacita atas inisiatif suatu komunitas yang masih peduli dengan lingkungan hidup, khususnya pesisir dan pulau-pulau di Teluk Doreri. Bagi Weli, upaya ini patut didukung seluruh warga Pulau Mansinam. “Mohon, semua yang hadir, untuk bersama-sama memelihara tukik yang kita lepaskan hari ini, supaya bernilai tambah bagi masyarakat. Kita harus memelihara Penyu seperti memelihara diri kita sendiri,” urai Weli, dalam sambutan di hadapan warganya, pejabat pemerintahan Kabupaten Manokwari dan para pegiat lingkungan dari Ketapang Dive Community.
Penyu memang bukan jenis hewan jahat. Penyu suka berteman dengan manusia, dan pernah terjadi, Penyu justeru menjadi penolong bagi manusia dalam peristiwa kecelakaan laut. “Penyu bisa menjadi karib manusia. Kenapa manusia harus membunuh dan memakan hewan yang jinak ini? Ternyata kita sering bertindak sebagai predator bagi makhluk lain yang lemah, yang seharusnya dilindungi oleh kita,” sesal Alex Sitanala, Ketua Ketapang Dive Community.
Karena itu, upaya pelestarian yang telah dimulai Ketapang Dive Community, ini mesti diiikuti dengan gerakan perlindungan secara partisipatif oleh warga Manokwari. Kepala Kampung Mansinam, Weli Rumsayor, mendesak adanya suatu peraturan daerah yang bertujuan melindungi dan menjaga lingkungan Pulau Mansinam dan perairan Manokwari umumnya. “Mohon kepada dinas terkait, mungkin bisa membantu kami dengan aturan untuk melindungi Penyu, tetapi juga ikan dan karang,” Weli mulai menyampaikan usulnya, “Kalau karang hancur, Penyu tidak akan tinggal di karang, dia akan pindah jauh ke laut. Kalau bom pecah di sini, maka Penyu tidak akan tetap tinggal, ikan pun akan berenang jauh. Kalau ada buang Potas, dapat mematikan biota laut, maka semua akan pergi jauh, karena Penyu dan Ikan hanya hidup dan berkembang biak di lingkungan karang dan pasir pantai,” urai Weli Rumsayor. Weli Rumsayor, satu dari beberapa Perempuan yang dipilih warga menjadi Kepala Kampung di Kabupaten Manokwari. Ia pun baru dilantik, dua pekan sebelum aksi pelepasan Penyu. Maka sebagai pemimpin yang baru saja mendapatkan kepercayaan warga Pulau Mansinam, Weli berharap akan adanya perhatian dan dukungan pemerintah daerah atasannya. Salah satu yang dipohonkan adalah adanya suatu Peraturan Daerah Kabupaten Manokwari yang berguna untuk menjaga lingkungan hidup Situs Pulau Mansinam, di laut maupun di darat. “Ada orang yang datang, tebang liar (hutan di Pulau Mansinam), kami mau bertindak tapi tidak ada aturan,” ujar Weli.
Selain itu, “Di pesisir pantai dan di dasar laut sudah banyak sampah plastik. Ini tentunya akan merusak habitat dan mematikan biota laut,” tambah Kepala Kampung Mansinam, Weli Rumsayor. Sehingga, untuk suatu program pengawasan, Pemerintah Kampung Mansinam, membutuhkan fasilitas Speedboat. Fasilitas ini dapat merupakan bagian dari produk hukum daerah yang dimaksud di atas. Termasuk berisi prosedur kerja pengawasan dan penindakan atas dugaan pelanggaran hukum yang terjadi di perairan Pulau Mansinam dan Teluk Doreri. “Kalau tidak ada transportasi, kita tidak tahu saat orang datang bawa Penyu. Orang buang bom di Mansinam, kita tidak tahu siapa itu, karena kita tidak punya transportasi,” papar Weli.
Pengalaman traumatik masih dirasakan beberapa warga Pulau Mansinam, begitu diungkapkan Weli Rumsayor, “Orang datang bom, tidak jauh, hanya di depan mata, kami mau bertindak, kalau kami larang, malah dibalas, ‘ko yang kaseh makan ikan kah? ko yang piara ikan kah?’ Padahal ini wilayah kami.” Maka Peraturan Daerah yang dimaksud mendesak diturunkan Pemerintah Kabupaten Manokwari itu juga berguna melindungi warga dalam partisipasinya mengawasi dan menjaga lingkungan hidup Pulau Mansinam, pesisir, laut dan pulau-pulau dalam perairan Kabupaten Manokwari.
Bagi Weli Rumsayor, Pulau Mansinam yang sudah dikenal luas sebagai warisan sejarah Pekabaran Injil di Tanah Papua ini, bukan hanya menarik bagi Wisata Rohani, bahkan akan dikenal dengan aneka obyek Wisata Alam. “Orang datang ke Mansinam karena Injil itu, tapi mereka juga dapat menikmati laut dan hutan. Kalau ada burung-burung, orang pasti senang mendengar suara burung. Kalau di laut banyak ikan, mereka pasti senang melihat ikan berenang di dalam laut. Ikan juga ingin hidup, burung juga ingin hidup, kalau kita musnahkan, maka kita akan susah sendiri,” tandas Kepala Kampung Mansinam, Weli Rumsayor.
Kepala Suku Besar Doreri, Gaad Hendrik Rumfabe, juga menegaskan pentingnya perlindungan satwa perairan Manokwari. “Ini menjadi tanggung jawab kita semua. Karena itu pemerintah harus membantu agar zonasi laut ini bisa dlindungi,” jelas Rumfabe, usai pelepasan Tukik di pantai Pulau Mansinam, Jumat (15-10-2021). Rumfabe juga menyinggung legalitas organisasi Suku ini yang di kemudian hari dapat berperan kuat dalam upaya perlindungan kawasan pantai dan laut Teluk Doreri.
Dari kiri ke kanan, Sekretaris Daerah Kabupaten Manokwari, Drg. Hendri Sembiring; Kepala Kampung Mansinam, Weli Rumsayor; dan Kepala Suku Besar Doreri, Gaad Hendrik Rumfabe, saat di pantai Pulau Mansinam, Jumat (15-10-2021). Foto: KDPB Doc
Lantas, bagaimana tanggapan pemerintah atas desakan warga Pulau Mansinam? Sekretaris Daerah Kabupaten Manokwari, Drg. Hendri Sembiring, secara apresiatif menyampaikan penghargaan atas peran Ketapang Dive Community dan Pemerintah Kampung Mansinam yang peduli lingkungan. “Mengingat Indonesia sebagai tujuan wisata selam terbaik di dunia, oleh sebab itu, saya sangat mendukung kegiatan ini guna mengembangkan wisata selam di Mansinam, dan inovasi untuk menjadikan Manokwari sebagai salah satu tujuan wisata bahari di Provinsi Papua Barat,” jelas Sembiring, membacakan sambutan Bupati Manokwari, sesaat sebelum pelepasan Tukik.
Menurut Sembiring, upaya yang dilakukan Ketapang Dive Community dan Pemerintah Kampung Mansinam sudah sesuai dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alamm Hayati dan Ekosistemnya. Peran serta rakyat dinyatakan dalam Pasal 37 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990, bahwa Peranserta rakyat dalam konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya diarahkan dan digerakkan oleh Pemerintah melalui berbagai kegiatan yang berdaya guna dan berhasil guna, dan bahwa dalam mengembangkan peran serta rakyat dimaksud, Pemerintah menumbuhkan dan meningkatkan sadar konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya di kalangan rakyat melalui pendidikan dan penyuluhan.
“Bahwa yang nanti kita lepas ini, dilindungi oleh negara. Nanti Kepala Dinas Perhubungan, Kelautan dan Perikanan, koordinasi dengan KSDA provinsi supaya diturunkan, mungkin bisa Peraturan Bupati,supaya permintaan dari Ibu Kepala Kampung bisa dilakukan,” ujar Sembiring, bernada perintah kepada Kepala Dinas Perhubungan Kelautan dan Perikanan, Albert Simatupang, yang ikut menghadiri giat ini. Tampaknya Peraturan Daerah yang diusulkan Pemerintah Kampung Mansinam itu mesti dipercepat, pasalnya undang-undang konservasi itu telah terbit pada empat dekade atau empat puluh tahun lampau. Dan waktu terus berputar sampai hampir setengah abad semenjak Undang-undang Konservasi ditetapkan, sedang Manokwari belum memiliki produk hukum daerah yang diinginkan rakyatnya sendiri. Misalnya produk hukum untuk melindungi dan melestarikan keanekaragamanan hayati pesisir, laut dan pulau-pulau di perairan Manokwari. “Kita ‘kan harus mengacu pada Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 itu,” jelas Sembiring, ditambah alasan, “Karena kita tidak punya Kehutanan di kabupaten, itu langsung dari Pusat sampai ke Provinsi, ini Balai Sumber Daya Konservasi Alam dan Ekosistem, maka akan koordinasi, nanti duduk rumuskan, kita perlu bikin Perbup, nanti kita bikin, iya Peraturan Bupati, supaya yang biasa makan (Penyu), jangan makan lagi, supaya nanti ketika kita turun di Pulau Mansinam, banyak binatang Penyu.”
Anak-anak Pulau Mansinam yang antusias melihat anak-anak Penyu, ikut juga melepaskan Tukik ke laut, Jumat (15-10-2021). Foto: KDPB Doc
Bagi pemerintah, transplantasi Terumbu Karang akan berdampak semakin banyaknya obyek wisata selam di Manokwari. Transplantasi Terumbu Karang ini sangat penting untuk menunjang sektor pariwisata di bawah laut. Di samping itu dibutuhkan peran aktif masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata, karena pariwisata juga dapat memberikan peluang dan akses bagi masyarakat untuk mengembangkan usaha pendukung pariwisata, seperti menjual kerajinan tangan, cenderamata atau souvenir, warung makan dan sebagainya. Supaya masyarakat lokal juga memperoleh manfaat ekonomi yang lebih banyak dan secara langsung dari wisatawan yang datang. “Jadi, pelepasan anak Penyu hari ini akan mendatangkan berkat bagi Pulau Mansinam,” urai Sekda. Drg. Hendri Sembiring.
Usai sambutan-sambutan dalam pertemuan singkat itu, rombongan beramai-ramai turun ke pasir pantai Pulau Mansinam dan secara bersama-sama melepas Tukik. Dari jarak sekitar 1 meter dari batas debur air, anak-anak Penyu ini bergerak seakan berlomba untuk mencapai air laut. Dan akhirnya, 117 ekor Tukik berenang bebas menuju laut lepas. (fat)
Discussion about this post